Spread the love

Menurut Al-Qur’an anak dikelompokan kepada empat tipologi

  1. Anak sebagai perhiasan hidup di Dunia (QS. 18:48)

Anak adalah perhiasan dala hidup rumah tangga. Al Quran mengatakan, “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, namun amal yang kekal dan sholih adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS:18:46)”

Anak berfungsi memperindah suatu keluarga. Sepasang suami istri merasa rumah  tangganya belum lengkap karena belum memppunyai anak. Pasangan suami istri selala merasa krang sempurna keidupannya, apabila mereka tidak mempunyai anak. Keindahan rumah tangga kurang bersinar dan ceria tanpa kehadiran seorang anak.

  1. Anak sebagai permata Hati (QS. 25:74)

Dalam Al-Qur’an dinyatakan anak sebagai permata hati sibiran tulang (Qurrata A’yuin). Anak adalah harta yang tidak ternilai harganya bagai orang tua, bahkan zamrud mutu manikam, kata HM Farid Nasution. Oleh karena itu muncul ungkapan yang mengatakan, “Anakku Permataku.” Allah pun menyebutkan anak manusia sebagai permata hati dan mengajari dan mengajari kita sebuah doa yang berfungsi sebagai permata hati. “Ya Tuhan kami kami, berikanlah kami istri-istri dan anak-anak seebagai permata yang menyejukan dan membahagiakan, bukan anak yang mendurhakai oran tua.”

  1. Anak sebgai cobaan atau ujian (Q.S. 8.28)

Allah berfirman, “ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah ujian.”(QS. 8.28). Jadi dalam perspektif Al Quran, anak yang berfungsi sebagai perhiasan hidup dan permata hati, sesungguhnya ujian bagi orang yang beriman. Nikmat yang dianugrahkan Allah kepada manusia harus disikapi secara proposional, sesuai denga tuntutan ajaran Islam. Sebab estakologis (keahiratan) nikamat akan diminta pertanggungjawabannya kelak dihadapan Tuuhan. Dengan nikmat anak, sang orang tua di uji oleh Allah Swt, apakah sang orang tua membawanya menuju jalan neraka atau jalan ke surge. Bila orangtua tidak membina anaknya sesuai dengan peraturan Allah, maka di Akhirat nanti orang tua akan menyesal. Merasakan siksaan akibat lalai dalam membina anak-anaknya.

Oleh karena anak adalah ujian, maka dalam membina dan menyayangi anak-anak hendaknya jangan melupakan kita dari mengingat Allah, seperti melakukan shalat, menunaikan zakat, haji ,baca Al Qur’an dan sebagainya. Firman Allah, “ janganlah sampai harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (QS. 63.9)

Sebagai ujian anak juga berfungsi sebagai amanah bagi orang tua. Dalam kedudukannya sebagai amanah, anak harus diarahkan kepada kehidupan yang positif dan bermanfaat serta tidak bertentangan  dengan nilai-nilai moral agamiss. Anak hendaknya tidak digiring kepada wacana kehidupan yang negative, seperti pakaian yang membuka aurat, kebudayaan bebas, budaya materialism, kosumerisme, dan sebagainya.

Oaring tua memounyai tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, seperti pembinaan agamanya khususnya dalam tataran kemampuan beribadah dan membaca Al Quran, demikian pula pembentukan Akhlaknya, pendidikannya dan persiapan masa depannya, serta kemaslahatan lainnya.

  1. Jika anak menjadi musuh (QS. 64:14)

Jika orang tua bersifat keliru dan salah dalam mendidik dan menghadapi anak-anaknya, maka anak tersebut dapat menjadi musuh bagi orang tuanya. Inilah yang diisyaratkan Al Quran, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu adalah musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. ”(QS. 64:14)

Menurut ayat tersebut anak dapat menjadi musuh orang tua. Hal ini berart seorang anak dapat menghalangi orang tuanya untuk beriabadah, seorang anak dapat menghabiskan harta orang tua secara mubazir. Seorang anak yang murtad karena kawin dengan orang yang berbeda agama, juga merupakan musuh bagi orang tuanya.  Seorang anak yang telah terpengaruh kepada perbuatan maksiat, seperti minuman berakohol, ekstasi, judi, zina, merupakan musuh bagi orang tua yang beriman. Anak tersebut telah menjadi sahabat bagi setan dan musuh bagi orang tua yang beriman. Bila hal itu terjadi anak telah menjadi sumber malapetaka bagi sebuah keluarga dan masyarakat. Sehingga anak bukan lagi mendatangkan kebahagiaan bagi orang tua, tetapi menimbulkan penyakit stress yang berkepanjangan.

Tulisan: Agustianto M.Ag

Categories: Hikmah

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *