Refleksi Tahun Baru Hijriah 1447: Jihad Keuangan Mikro, Literasi, dan Inklusi untuk Memerangi Kemiskinan
Dari Perspektif Konsultan, Pendamping, dan Praktisi Keuangan Mikro Nasional
Oleh: Prof. Dr. Ahmad Subagyo

Mukadimah: Tahun Baru, Jihad Baru
Setiap pergantian tahun Hijriah bukan sekadar penanda waktu, melainkan panggilan untuk kembali menegaskan jihad sosial kita: memerangi kemiskinan melalui pemberdayaan dan perluasan akses keuangan. Sebagai konsultan, pendamping, dan aktivis keuangan mikro di tingkat nasional, kita menyaksikan langsung betapa kompleks dan kerasnya medan perjuangan ini. Di tengah kemajuan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional, masih terbentang jurang lebar antara harapan dan kenyataan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Potret Terkini: Kemiskinan dan Kebutuhan Dasar yang Belum Terpenuhi
1. Kemiskinan yang Membelit
Data BPS 2024 mencatat 26,36 juta penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, dengan disparitas akses yang kian melebar di antara wilayah dan kelompok sosial. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan wajah-wajah nyata yang kita temui di desa, pasar, dan pelosok kota mereka yang setiap harinya berjuang untuk sekadar bertahan hidup.
2. Perumahan: Atap yang Masih Jauh dari Harapan
Sebanyak 7,5 juta keluarga hidup di permukiman kumuh, tanpa jaminan keamanan dan kesehatan yang layak (Kementerian PUPR, 2024). Rumah bukan sekadar tempat berlindung, tapi pondasi martabat dan produktivitas keluarga. Namun, pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin masih minim, bahkan dalam portofolio lembaga keuangan mikro syariah hanya sekitar 3%.
3. Pendidikan: Gerbang Masa Depan yang Masih Terkunci
UNICEF 2024 melaporkan 23% anak dari keluarga miskin putus sekolah dasar, terhalang biaya seragam, buku, dan transportasi. Kita sering menjumpai ibu-ibu yang meminjam dana kecil untuk biaya ujian anaknya sebuah darurat pendidikan yang sering luput dari perhatian lembaga keuangan mikro.
4. Pekerjaan: Lapangan yang Menyempit
Otomasi dan resesi global memangkas 72% lapangan kerja tradisional (ILO, 2025). Masyarakat miskin terjepit antara keterampilan yang usang dan akses pelatihan yang minim. Skema pembiayaan yang ada sering kali hanya membiayai usaha mikro tanpa membangun ekosistem rantai pasok yang bisa membuka lapangan kerja baru.
5. Kesehatan: Luka yang Tak Terobati
Kemenkes 2024 mencatat 40% kematian ibu terjadi karena keterlambatan biaya pengobatan. Banyak pekerja informal tidak terjangkau BPJS, dan inovasi pembiayaan kesehatan berbasis solidaritas seperti Qardhul Hasan masih sangat terbatas.
6. Akses Keuangan: Sungai yang Belum Mengalir ke Hulu
Ironis, hanya 12% masyarakat miskin yang terhubung ke lembaga keuangan formal (OJK, 2024). Mereka masih terjebak dalam lingkaran rentenir dengan bunga mencekik. Banyak BMT dan koperasi syariah terjebak pada orientasi profit, melupakan misi sosial untuk memutus rantai kemiskinan.
Literasi dan Inklusi Keuangan: Capaian dan Tantangan Nyata
Capaian Nasional
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan indeks literasi keuangan nasional mencapai 66,46% dan inklusi keuangan 80,51% naik signifikan dari tahun sebelumnya. Namun, capaian ini belum merata:
- Perkotaan: Literasi 70,89%, inklusi 83,61%
- Perdesaan: Literasi 59,60%, inklusi 75,70%
Lebih memprihatinkan, indeks literasi keuangan syariah hanya 43,42% dan inklusi syariah 13,41% pada 2025, jauh tertinggal dari layanan konvensional.
Tantangan di Lapangan
- Lembaga nonbank, termasuk keuangan mikro dan fintech syariah, masih tertinggal dalam literasi dan inklusi dibanding perbankan.
- Akses UMKM terhadap layanan keuangan belum optimal, padahal inklusi keuangan terbukti mendorong pertumbuhan dan produktivitas UMKM.
- Wilayah terpencil dan komunitas rentan masih menjadi kelompok dengan tingkat literasi dan inklusi terendah.
Refleksi Peran: Konsultan, Pendamping, dan Praktisi
1. Menjadi Jembatan Pengetahuan dan Aksi
Sebagai konsultan dan pendamping, peran kita adalah menghubungkan pengetahuan, kebijakan, dan praktik nyata di lapangan. Setiap program literasi dan inklusi keuangan yang kami rancang harus berbasis kebutuhan riil masyarakat bukan sekadar memenuhi target statistik.
2. Mendorong Inovasi dan Kolaborasi
Kita mendorong lembaga keuangan mikro syariah untuk keluar dari zona nyaman. Skema pembiayaan harus inovatif, seperti:
- Griya Ar-Rahman: Pembiayaan perumahan dengan akad Ijarah Muntahia Bitamlik, angsuran berbasis pendapatan musiman, dan subsidi tanah.
- Tabungan Pendidikan Syariah: Wakaf produktif dan mudharabah khusus pendidikan, kolaborasi dengan pesantren untuk pelatihan vokasi.
- Koperasi Pemasaran Digital: Mempertemukan produsen lokal dengan pasar digital, pembiayaan mesin produksi, dan pelatihan literasi digital.
3. Pendampingan Berkelanjutan
Pendampingan bukan hanya pada tahap pencairan dana, tapi juga pada pengelolaan usaha, pemasaran, dan pelaporan keuangan. Kita percaya, pembiayaan tanpa pendampingan ibarat memberi kail tanpa mengajarkan memancing.
4. Advokasi dan Edukasi Berbasis Data
Setiap intervensi harus didukung data. Kita menggunakan hasil SNLIK dan pemetaan kemiskinan untuk memastikan program menyasar kelompok paling rentan. Edukasi keuangan harus kontekstual, menggunakan bahasa dan media yang mudah dipahami komunitas sasaran.
5. Membangun Ekosistem Kolaboratif
Pemberdayaan tak bisa berjalan sendiri. Kita aktif membangun jejaring dengan pesantren, pemerintah daerah, rumah sakit, dan komunitas lokal. Kolaborasi ini memperkuat ekosistem inklusi keuangan dan memperluas dampak pemberdayaan.
Jihad Keuangan Mikro: Memaknai Khairunnas Anfa’uhum Linnas
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
Jihad keuangan mikro adalah jihad sosial yang menuntut integritas, inovasi, dan keberpihakan pada yang lemah. Setiap keluarga miskin yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan melalui akses keuangan yang adil adalah kemenangan bersama.
Titik Balik 1447 H: Peta Jalan Menuju Pemberdayaan
1. Revolusi Mindset
Keuangan mikro syariah bukan sekadar “bank kecil”, melainkan jembatan kemaslahatan. Orientasi profit harus sejalan dengan misi sosial dan pemberdayaan.
2. Data sebagai Kompas
Pemetaan kemiskinan dan literasi keuangan harus menjadi dasar setiap program. Tidak ada lagi intervensi yang “asal jalan”, semua berbasis data dan kebutuhan riil.
3. Kolaborasi Ekosistem
Bersinergi dengan berbagai pihak dari pesantren hingga pemerintah daerah untuk membangun ekosistem pemberdayaan yang berkelanjutan.
4. Inovasi Berbasis Kebutuhan
Terus mendorong produk dan layanan keuangan mikro yang menjawab kebutuhan perumahan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan secara nyata.
Penutup: Tahun Baru, Napas Baru
Tahun 1447 Hijriah adalah momentum untuk memperkuat jihad memerangi kemiskinan melalui literasi dan inklusi keuangan. Sebagai konsultan dan praktisi, kita berkomitmen terus menjadi jembatan solusi, memastikan air sungai keuangan mikro mengalir hingga ke akar rumput, menumbuhkan harapan dan martabat bagi jutaan keluarga miskin.
Mari menyulam kain pemberdayaan dengan benang integritas, inovasi, dan kolaborasi. Karena jihad keuangan mikro adalah jihad kemanusiaan dan sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat paling luas bagi sesama.
Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat Tahun Baru 1447 Hijriah.
Data utama:
- Indeks literasi keuangan nasional 2025: 66,46%
- Indeks inklusi keuangan nasional 2025: 80,51%
- Indeks literasi syariah 2025: 43,42%; inklusi syariah: 13,41%
- Kemiskinan nasional 2024: 26,36 juta jiwa
- Kebutuhan perumahan layak: 7,5 juta keluarga
- Anak miskin putus SD: 23%
- Kematian ibu karena biaya: 40%
0 Comments