Rapat Koordinasi Implementasi Pilot Project Pembangunan Perumahan Berbasis Koperasi di Yogyakarta: Titik Balik Menuju Hunian Berkeadilan

Prolog: Rumah, Komunitas, dan Koperasi Kisah Perjalanan Baru Hunian Indonesia
Ibarat sekumpulan lebah membangun sarangnya, tantangan penyediaan rumah layak di Indonesia menuntut upaya gotong royong dan inovasi kelembagaan. Rumah bukan sekadar dinding dan atap; ia adalah percikan mimpi, pelindung martabat, dan arena tumbuhnya peradaban. Namun, jutaan keluarga di tanah air masih berjuang menggapai mimpi itu, terhalang jurang akses pembiayaan formal, status lahan tak pasti, serta realitas ekonomi yang menekan, terutama bagi pekerja informal dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Pada 14 Juli 2025, di Gedung Pendopo Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan dan Kawasan Permukiman Jawa III, Yogyakarta, berlangsung rapat koordinasi nasional yang menandai babak baru pembangunan perumahan: pilot project hunian berbasis koperasi komunitas. Acara bergengsi ini digelar hybrid tatap muka dan daring melibatkan ratusan pemangku kepentingan dari pemerintahan pusat, daerah, akademisi, lembaga pembiayaan, hingga masyarakat akar rumput.
Salah satu narasumber utama adalah Prof. Dr. Ahmad Subagyo, Wakil Rektor III IKOPIN University, Ketua Umum IMFEA (International Microfinance and Cooperative Economics Association), sekaligus tokoh inovator ekonomi mikro dan koperasi Indonesia. Melalui presentasinya “Mendesain Model Pembangunan Perumahan Berbasis Koperasi”, beliau mengorbitkan pola pikir, menenun argumentasi empiris, dan menata langkah-langkah praktis menuju solusi kolektif untuk persoalan yang selama ini dianggap buntu.

Menyusun Agenda dan Konstelasi Peserta
Latar, Skema, dan Harapan Pilot Project
Forum ini lahir sebagai tindak lanjut kebijakan strategis RPJMN 2025-2029 yang membidik 74% masyarakat Indonesia memiliki akses hunian layak di tahun 2029. Kampung Notoyudan, pusat Kota Yogyakarta permukiman padat, kreatif, namun terdesak status lahan dipilih sebagai laboratorium sosial dan model contoh nasional. Rapat ini bukan sekadar administratif, namun penajaman visi, penyempurnaan blueprint, hingga penyatupaduan multi-aktor demi menembus tantangan backlog, mahalnya harga tanah, dan peliknya mobilitas sosial di perkotaan.
Daftar Hadir: Jejaring Kolaborasi Nasional
Hadir dalam agenda tersebut perwakilan lintas lembaga:
- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman: pejabat utama Dirjen, Direktur Penyusunan Sistem Pembiayaan, Direktur Penyiapan Lahan dan Prasarana.
- Kementerian Koperasi dan UKM: asisten deputi rantai pasok, kemitraan, kelembagaan, pimpinan LPDB-KUMKM.
- Kementerian ATR/BPN: kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta, pejabat wilayah.
- Pemerintah Provinsi DIY & Kota Yogyakarta: Walikota, Kepala Dinas PUPerkim, Dinas Koperasi/UKM, Bappeda, Dinas Pertanahan.
- Bappenas: Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman.
- PT Sarana Multi Griya Finansial (SMF): direktur utama dan tim.
- Tim Koalisi Perumahan Gotong Royong, Koperasi SMB Kalijawi (penggerak Notoyudan)
- Akademisi: Prof. Dr. Ahmad Subagyo (IKOPIN/IMFEA), Prof. Ir. Bakti Setiawan (UGM), Dr.-Ing. Paulus Bawole (UKDW), Ir. Ahmad S. Mutaqi (UII).
- Komunitas Perumahan, Pejuang Advokasi & Media
Rangkaian Acara
- Pembukaan dan Arah Kebijakan
Sambutan dari Direktur Penyusunan Sistem Pembiayaan: perumahan tak hanya soal fisik, tapi juga perlindungan sosial dan keadilan struktural. - Paparan Progres Pilot Project Notoyudan
Dipandu Koalisi Perumahan, mengurai status lahan, strategi legalisasi, sinkronisasi bantuan, dan advokasi kebijakan perkotaan. - Presentasi Utama oleh Prof. Dr. Ahmad Subagyo
- Panel Diskusi, Tanggapan Lintas Pemangku Kepentingan, Tanya Jawab
- Site Visit: Ekspose Lapangan Notoyudan dan Simulasi Proses Relokasi Komunitas
Kisah Rumah dan Koperasi: Analog Permata dari Pasir
Rumah bagi keluarga sederhana di Notoyudan ibarat permata di hamparan pasir: langka, bernilai, dan butuh perjuangan. Dalam realita, harga rumah retak impian, tanah semakin mustahil dibeli sendiri, sementara kredit perbankan bagai kunci emas yang tergantung di ujung langit. Apa daya pekerja informal, tukang parkir, pedagang asongan, tatkala status penghasilan, agunan atas nama sendiri, dan dokumen kepemilikan hanyalah harap?
Konon, di zaman kolonial, orang Indonesia membentuk koperasi tak sekadar simpan pinjam demi bertahan hidup, tetapi membangun kekuatan kolektif menghadapi penindasan struktur ekonomi. Kini, ide yang sama dihidupkan ulang koperasi bukan sekadar kendaraan finansial, tetapi mesin penggerak penciptaan hunian. Ibarat sekelompok petani memahat sumur di tanah kering, warga Notoyudan memahat jalan keluar dengan arsitektur kelembagaan baru: koperasi perumahan.

Paparan Prof. Dr. Ahmad Subagyo: Arsitektur Model Perumahan Koperasi
Menelusuri Akar Masalah: Analog Titik Api dalam Jerami
Prof. Dr. Ahmad Subagyo membuka paparannya dengan analogi: krisis perumahan bak api kecil di tengah tumpukan jerami terlihat sepele namun bisa membakar tatanan masyarakat jika dibiarkan tanpa penanganan. Backlog perumahan puluhan juta unit, urbanisasi melejit, kemiskinan struktural, dan persebaran penghasilan informal memicu ledakan kebutuhan hunian. Ironisnya, seluruh bangunan infrastruktur negara belum mampu menjangkau mereka yang tak tercatat di sistem formal. Selama ini, akses KPR meski bersubsidi tetap mengandalkan slip gaji, agunan formal, dan “credit scoring” yang cenderung menyingkirkan sektor marjinal.
Memilih Jalan Tengah: Koperasi sebagai Jembatan
Koperasi hadir ibarat jembatan gantung di atas lembah: sederhana, partisipatif, namun mampu menghubungkan jurang antara kebutuhan nyata masyarakat dan keterbatasan sumber daya publik. Model koperasi menawarkan prinsip ekonomi demokratis, kolektif, inklusif, serta orientasi sosial nirlaba yang berbeda dari pola korporasi ataupun prakarsa one-man-show.
Prof. Ahmad Subagyo mengatakan, “Strategi paling efektif adalah membangun jejaring solidaritas bukan hanya modal, melainkan juga kepercayaan sosial yang saling menopang. Dengan koperasi, komunitas berubah dari sekadar objek program menjadi subjek pembangunan.”
Prinsip-Prinsip Rancang Bangun Koperasi Perumahan
- Legalitas dan Hukum Kuat
Koperasi perumahan wajib memiliki legalitas formal; AD/ART jelas, izin dari kementerian serta struktur pengelolaan yang transparan dan akuntabel. Tanpa fondasi hukum, koperasi tak akan diterima sebagai mitra pembiayaan maupun diakui pemerintah. - Model Bisnis Inklusif dan Partisipasi Otentik
Proposal bisnis koperasi harus mengekspose rencana pembelian atau pengelolaan lahan bersama, tata cara menabung kolektif, rencana pembangunan, hingga simulasi arus kas yang realistis dan anti-spam. - Kepastian Kepemilikan dan Status Aset
Lahan dibeli atas nama koperasi; anggota memperoleh hak pakai/unit melalui mekanisme simpanan khusus atau sewa-beli. Aspek ini seperti pondasi rumah: tanpa kejelasan status aset, koperasi hanya akan jadi paguyuban kosong. - Kerja Sama dan Mitra Strategis Multi Sektor
Koperasi perlu menggandeng pemerintah, lembaga keuangan (seperti LPDB, SMF), perusahaan pengembang, dan pendamping komunitas. Sinergi ini memperkuat peluang akses investasi, subsidi, dan pendampingan advokasi.
Tiga Skema Inovatif Koperasi Perumahan: Jadikan Koperasi Bukan Sekadar “Rumah Gadang” Simbolis
Prof. Subagyo memaparkan tiga analogi skema koperasi sebagai bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan dan kemampuan anggota, ibarat tiga jenis rakit untuk menyeberangi sungai arus deras.
Skema 1: Rakitan Komersial, Angsuran Bertingkat
Koperasi menghimpun dana dari lembaga keuangan formal/bank atau investor (“rakit kayu besar”). Dana ini dipakai membeli lahan, membangun rumah, lalu menjual unit kepada anggota dengan sistem cicilan. Koperasi bertindak layaknya pengembang, memfasilitasi akses KPR subsidi, namun tetap berbasis partisipasi dan pengawasan anggota.
Keunggulan:
- Skala dan percepatan pembangunan besar.
- Anggota berpenghasilan tetap memperoleh SHM/HGB setelah pelunasan.
Tantangan:
- Risiko komersial, tekanan bunga/pinjaman.
Skema 2: Modal Bersama, Sewa-Beli Gotong Royong
Model “rakit kecil saling berpegangan tangan” modal dihimpun dari simpanan wajib/khusus anggota, membangun rumah, lalu anggota menempati dengan pola sewa beli. Nilai sewa dicatat sebagai cicilan, dan setelah periode tertentu hak kepemilikan dialihkan ke anggota.
Keunggulan:
- Menjangkau anggota menengah ke bawah, pekerja informal.
- Partisipasi anggota optimum.
Tantangan:
- Butuh disiplin menabung bersama.
- Wujud legalitas sertifikat harus diadvokasi ke pemerintah.
Skema 3: Hibah, Biaya Operasional, dan Inklusi Rentan
Ibarat “perahu kolektif yang didorong angin” dana hibah pemerintah/donor/CSR digunakan membangun perumahan. Anggota tak menanggung cicilan/pembayaran kepemilikan, namun membayar biaya operasional dan pemeliharaan. Skema ini merangkul MBR ekstrem dan kelompok tanpa penghasilan tetap.
Keunggulan:
- Akses penuh bagi warga paling rentan.
- Hak pakai dapat diwariskan selama anggota memenuhi syarat koperasi.
Tantangan:
- Ketergantungan pada dana eksternal.
- Kompetisi antar komunitas dalam mendapatkan hibah.
Tabel Ringkas Perbandingan Skema
Aspek | Komersial Angsuran | Modal Bersama Sewa-Beli | Dana Hibah Biaya Operasional |
Modal Dasar | Bank, LPDB, investor | Simpanan anggota | Donor, pemerintah, CSR |
Kepemilikan Awal | Koperasi | Koperasi | Koperasi |
Hak Anggota | SHM/HGB setelah lunas | Sewa beli, sertifikat lunas | Hak pakai/sewa |
Target | Pekerja formal, menengah | Pekerja informal | MBR, rentan, miskin ekstrem |
Implementasi | Koperasi karyawan, BUMN | Koperasi komunitas, Notoyudan | Perumahan komunitas hibah |
Kunci Sukses | Legalitas, mitigasi risiko | Partisipasi, transparansi | Inklusi, akuntabilitas |
Studi Kasus: Pilot Project Notoyudan – Rumah dari Hati, Bukan Sekadar Bata
Notoyudan adalah “tangkuban perahu” di tengah lalu lintas perkotaan Yogyakarta: ruang kecil, padat, penuh harapan. Koperasi SMB Kalijawi menjalankan transformasi:
- Konsolidasi tanah (collective vertical consolidation)
- Pembentukan koperasi resmi, AD/ART yang eksplisit soal distribusi hak guna dan pengelolaan bersama
- Tabungan komunitas dan proposal pembiayaan multi-skema
- Advokasi regulasi ke dinas terkait demi penguatan status lahan
Hasilnya, komunitas yang sebelumnya terancam tergusur kini punya landasan legal, model pembiayaan beragam, serta akses lebih luas ke program pemerintah dan CSR. Proses ini juga melibatkan transformasi sosial, pendidikan keuangan mikro, serta partisipasi penuh lintas generasi.
Ratusan Pertanyaan, Puluhan Tanggapan: Diskusi Kritis yang Menghangatkan Forum
Panel diskusi merangkul beragam isu:
- Status HGB dan HPL Kolektif: Bagaimana prosedur HGB di atas tanah koperasi? Bisakah individu mendapatkan sertifikat aktual?
- Integrasi Program Daerah dan Nasional: Apakah “Tuku Lemah Entuk Omah” dan program kumuh lain bisa langsung diadopsi?
- Governansi Koperasi: Mekanisme anti-fraud, akuntabilitas, transparansi pengelolaan keuangan.
- Pembiayaan LPDB dan Bank: Bagaimana koperasi bisa mengakses dana bergulir sembari mendampingi proses legalisasi yang sedang berjalan?
Semua sepakat, kunci sukses bukan hanya pada struktur hukum dan keuangan, melainkan pada keberanian komunitas layaknya meregangkan layar perahu saat angin perubahan tiba.
Analog Lanjutan: Rumah Layak Adalah Ladang Subur untuk Benih Harapan
Prof. Subagyo menutup paparannya dengan analogi:
Pembangunan perumahan berbasis koperasi adalah menanam pohon di ladang gersang pada awalnya rapuh dan butuh perlindungan, namun dengan pemeliharaan bersama, akar akan menembus tanah, batang menguat, daun-daunnya menaungi bertahun-tahun ke depan.
“Hunian berbasis koperasi bukan sekadar atap dan tembok, tapi akar sosial yang mengikat komunitas secara demokratis, menumbuhkan rasa memiliki, serta menepis alienasi di tengah desakan kota yang makin individualis,” tegas Prof. Subagyo. Setiap rumah yang dibangun koperasi ibarat pohon rindang: buahnya dinikmati bersama, akarnya memelihara tanah bagi generasi berikutnya.
Rekomendasi dan Peta Jalan Kebijakan
- Advokasi Regulator dan Revisi UU: Sinkronisasi UU Koperasi, UU Perumahan, serta regulasi agraria mutlak diperlukan agar status lahan kolektif dapat dijadikan agunan formal tanpa mematikan prinsip gotong royong.
- Platform Konsolidasi Pendampingan: Pemerintah perlu menugaskan pendamping koperasi secara khusus (misal: taskforce nasional/daerah), memfasilitasi legalisasi, penyusunan proposal bisnis, serta penguatan tata kelola.
- Inklusi Pembiayaan LPDB dan Lembaga Keuangan: Skema-flexi yang merangkul hibah, pinjaman, dana abadi, serta kolaborasi dengan lembaga filantropi dan CSR.
- Model Notoyudan sebagai Template Transfer: Pengalaman dan lesson learned Notoyudan diterjemahkan ke daerah lain via program pelatihan, knowledge sharing, pilot project bertahap.

Site Visit: Menyaksikan Rumah Tumbuh dari “Tanah Impian”
Sore hari, segenap peserta meninjau langsung lokasi Notoyudan. Rumah-rumah kecil, lorong sempit, suara anak-anak, serta keramahan para ibu yang menjemur pakaian semua menjadi saksi keberanian warga membangun harapan. Kunjungan ini memperkuat pemahaman: kebijakan hebat hanya berdampak nyata jika berakar dalam pengalaman dan energi warga. Koperasi menjadi semacam “dongeng modern” di mana kesulitan kolektif dilipatgandakan menjadi kekuatan, bukan lagi beban.
Epilog: Menuju Perumahan Masa Depan Berbasis Keadilan Sosial
Pilot project Notoyudan dan inovasi koperasi perumahan merangkum perjalanan panjang bangsa ini: dari keterbatasan menjadi keunggulan, melalui gotong royong, pembelajaran, dan inovasi kelembagaan. Tantangan ke depan jelas tak ringan regulasi harus adaptif, pendanaan harus inklusif, dan kapasitas komunitas harus terus diperkuat. Namun, sebagaimana diajarkan Prof. Ahmad Subagyo, kekuatan terbesar selalu lahir dari kerendahan hati untuk bekerja bersama, mempercayai proses, dan menolak menyerah pada keadaan.
Model koperasi adalah peta jalan: menavigasi lautan tantangan dengan perahu kolektif, layar gotong royong, dan kompas demokrasi ekonomi. Satu rumah berdiri, ribuan harapan tumbuh; satu komunitas kuat, kota dan bangsa akan kokoh.
Rapat koordinasi 14 Juli 2025 bukan hanya momentum, tetapi titik balik kebijakan, laboratorium sosial, dan inspirasi tanpa batas bagi mimpi-mimpi rumah layak untuk seluruh rakyat Indonesia.
0 Comments